Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat. Pemerintah berencana akan mengimpor listrik sebesar 50 MW dan dapat ditingkatkan hingga 200 MW. Selain memenuhi kebutuhan listrik, impor listrik juga dimaksudkan untuk menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik Kalimantan Barat yang saat ini didominasi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
“Import listrik prinsipnya adalah untuk menurunkan biaya, sambil kita memperkuat infrastruktur listrik kita, untuk Kalimantan Barat, saat ini hampir 100% (pembangkit yang ada) menggunakan solar (BBM), nah sekarang ada tawaran dari Malaysia, yaitu listrik dengan harga sekitar Rp 900 per kwh yang bersumber dari PLTA dia, kita bisa beli untuk mengganti listrik kita yang menggunakan BBM, nah inikan lumayan, kalau kita menggunakan solar yang juga impor per kwhnya hampir sekitar Rp 3.500, nah sekarang kita ditawari impor listrik yang harganya Rp 900, dua-duanya impor, tetapi dengan cara seperti ini kita bisa reduce cost sambil kita perkuat pembangkit-pembangkit kita,” ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, Jarman, Selasa (19/11/2013).
“Prinsipnya bahwa impor itukan sebagai pelengkap saja, sambil kita kurangi pemakaian BBM kita,” ujar Jarman.
Untuk tahap awal, PLN akan mengimpor listrik sebesar 50 MW dari Malaysia dan selanjutnya dapat ditingkatkan hingga mencapai 200 MW. Dengan cara seperti ini maka lanjut Jarman, pembangkit-pembangkit listrik yang saat ini menggunakan BBM dapat diganti dan kira-kira tiga tahun lagi, akan ada pembangkit batubara yang mulai beroperasi yang tentunya akan memperkuat sistem kelistrikan di Kalimantan Barat.
Selain melakukan impor listrik, Pemerintah Indonesia melalui PT PLN berencana akan mengekspor listrik ke Malaysia sebesar 1.000 MW dari pembangkit mulut tambang 2x1.000 MW di Provinsi Riau yang diharapkan beroperasi pada tahun 2018-2019. “Di Riau, akan ada pembangkit listrik 2X1.000 MW, nah itu agreement nya sudah ditandantangani oleh PT BA, PLN dan TNB, sebagian listriknya dipakai lokal sebagian lagi diekspor ke Malaysia dengan cara seperti ini keuntungan Malaysia adalah, dia bisa mengurangi pemakaian gasnya sebagai bahan bakar pembangkit karena, kan gas itu lebih mahal dari batubara listriknya sehingga dia kebalikan dari kita yang di Kalimantan Barat,” imbuh Jarman.
Eskpor dan impor listrik merupakan hal biasa yang sudah berlaku dibanyak Negara. seperti di Eropa, Prancis ekspor ke negara lain, Kanada ekspor ke Amerika jadi ekspor import listik itu sesuatu hal yang biasa, sehingga kita bisa mengurangi biaya pembangkitan dan bersamaan kemampuan sistem diperkuat, tutur Jarman.
“Import listrik prinsipnya adalah untuk menurunkan biaya, sambil kita memperkuat infrastruktur listrik kita, untuk Kalimantan Barat, saat ini hampir 100% (pembangkit yang ada) menggunakan solar (BBM), nah sekarang ada tawaran dari Malaysia, yaitu listrik dengan harga sekitar Rp 900 per kwh yang bersumber dari PLTA dia, kita bisa beli untuk mengganti listrik kita yang menggunakan BBM, nah inikan lumayan, kalau kita menggunakan solar yang juga impor per kwhnya hampir sekitar Rp 3.500, nah sekarang kita ditawari impor listrik yang harganya Rp 900, dua-duanya impor, tetapi dengan cara seperti ini kita bisa reduce cost sambil kita perkuat pembangkit-pembangkit kita,” ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, Jarman, Selasa (19/11/2013).
“Prinsipnya bahwa impor itukan sebagai pelengkap saja, sambil kita kurangi pemakaian BBM kita,” ujar Jarman.
Untuk tahap awal, PLN akan mengimpor listrik sebesar 50 MW dari Malaysia dan selanjutnya dapat ditingkatkan hingga mencapai 200 MW. Dengan cara seperti ini maka lanjut Jarman, pembangkit-pembangkit listrik yang saat ini menggunakan BBM dapat diganti dan kira-kira tiga tahun lagi, akan ada pembangkit batubara yang mulai beroperasi yang tentunya akan memperkuat sistem kelistrikan di Kalimantan Barat.
Selain melakukan impor listrik, Pemerintah Indonesia melalui PT PLN berencana akan mengekspor listrik ke Malaysia sebesar 1.000 MW dari pembangkit mulut tambang 2x1.000 MW di Provinsi Riau yang diharapkan beroperasi pada tahun 2018-2019. “Di Riau, akan ada pembangkit listrik 2X1.000 MW, nah itu agreement nya sudah ditandantangani oleh PT BA, PLN dan TNB, sebagian listriknya dipakai lokal sebagian lagi diekspor ke Malaysia dengan cara seperti ini keuntungan Malaysia adalah, dia bisa mengurangi pemakaian gasnya sebagai bahan bakar pembangkit karena, kan gas itu lebih mahal dari batubara listriknya sehingga dia kebalikan dari kita yang di Kalimantan Barat,” imbuh Jarman.
Eskpor dan impor listrik merupakan hal biasa yang sudah berlaku dibanyak Negara. seperti di Eropa, Prancis ekspor ke negara lain, Kanada ekspor ke Amerika jadi ekspor import listik itu sesuatu hal yang biasa, sehingga kita bisa mengurangi biaya pembangkitan dan bersamaan kemampuan sistem diperkuat, tutur Jarman.
Sumber : Kemen ESDM
0 komentar:
Posting Komentar