Mechanical - Electrical Engineering

Hosting Unlimited Indonesia

Minggu, 24 Juli 2011

Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Gambar 1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang di hubungkan ke turbin dimana untuk memutar turbin diperlukan energi kinetik dari uap panas atau kering. Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu-bara dan minyak bakar serta MFO untuk start awal. Pada PLTU, energi primer yang dikonversikan menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Baban bakar yang digunakan dapat berupa batubara (padat), minyak (cair), atau gas. Ada kalanya PLTU menggunakan kombinasi beberapa macam bahan bakar.

Prinsip Kerja

Konversi energi tingkat pertama yang berlangsung dalam PLTU adalah konversi energi primer menjadi energi panas (kalor). Hal ini dilakukan dalam ruang bakar dari ketel uap PLTU. Energi panas ini kemudian dipindahkan ke dalam air yang ada dalam pipa ketel untuk menghasilkan uap yang dikumpulkan dalam drum dari ketel. Uap dari drum ketel dialirkan ke turbin uap. Dalam turbin uap, energi uap dikonversikan menjadi energi mekanis penggerak generator, dan akhirnya energi mekanik dari turbin uap ini dikonversikan menjadi energi listrik oleh generator. Secara skematis, proses tersebut di atas digambarkan pada gambar 2.

Gambar 2. Prinsip Kerja PLTU
Gambar di atas menggambarkan siklus uap dan air yang berlangsung dalam PLTU, yang dayanya relatif besar, di atas 200 MW. Untuk PLTU ukuran ini, PLTU umumnyamemiliki pemanas ulang dan pemanas awal serta mempunyai 3 turbin yaitu turbin tekanan tinggi, turbin tekanan menengah, dan turbin tekanan rendah. Bagian  yang menggambarkan sirkuit pengolahan untuk suplai dihilangkan untuk penyederhanaan sedangkan suplai air diperlukan karena adanya kebocoran uap pada sambungan-sambungan pipa uap dan adanya blow down air dari drum ketel.

Air dipompakan ke dalam drum dan selanjutnya mengalir ke pipa-pipa air yang merupakan dinding yang mengelilingi ruang bakar ketel.  Ke dalam ruang bakar ketel disemprotkan bahan bakar dan udara pembakaran. Bahan bakar yang dicampur udara ini dinyalakan dalam ruang bakar sehingga terjadi pembakaran dalam ruang. Pembakaran bahan bakar dalam ruang bakar mengubah energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi panas (kalor). Energi panas hasil pembakaran ini dipindahkan ke air yang ada dalam pipa air melalui proses radiasi, konduksi, dan konveksi.

Untuk setiap macam bahan bakar, komposisi perpindahan panas berbeda, misalnya bahan bakar minyak banyak memindahkan kalori hasil pembakarannya melalui radiasi dibandingkan bahan bakar lainnya. Untuk melaksanakan pembakaran diperlukan oksigen yang diambil dari udara. Oleh karena itu, diperlukan pasokan udara yang cukup dalam ruang bakar. Untuk keperluan memasok udara dalam ruang bakar, diperlukan kipas (ventilator) tekan dan kipas isap yang dipasang masing-masing pada ujung masuk udara ke ruang bakar dan pada ujung keluar udara dari ruang bakar.

Gas hasil pembakaran dalam ruang bakar setelah memindahkan energi panasnya ke air yang ada di dalam pipa air ketel, dialirkan melalui saluran pembuangan gas buang untuk selanjutnya dibuang ke udara melalui cerobong. Gas buang sisa pembakaran ini masih mengandung banyak energi panas karena tidak semua energi panasnya dapat dipindahkan ke air yang ada dalam pipa air ketel. Gas buang masih mempunyai suhu di atas 400 derajat Celcius ini dimanfaatkan untuk memanasi.

a. Pemanas Lanjut (Super Heater)

Di dalam pemanas lanjut, mengalir uap dari drum ketel yang menuju ke turbin uap tekanan tinggi. Uap yang mengalir dalam pemanas lanjut ini mengalami kenaikan suhu sehingga uap air ini semakin kering, oleh  karena adanya gas buang di sekeliling pemanas lanjut.

b. Pemanas Ulang (Reheater)

Uap yang telah digunakan untuk menggerakkan turbin tekanan tinggi, sebelum menuju turbin tekanan menengah, dialirkan kembali melalui pipa yang dikelilingi oleh gas buang. Di sini uap akan mengalami kenaikan suhu yang serupa dengan pemanas lanjut.

c. Economizer

Air yang dipompakan ke dalam ketel, terlebih dahulu dialirkan melalui economizer agar mendapat pemanasan oleh gas buang. Dengan demikian suhu air akan lebih tinggi ketika masuk ke pipa air di dalam ruang bakar yang selanjutnya akan mengurangi jumlah kalori yang diperlukan untuk penguapan (lebih ekonomis).

d. Pemanas Udara

Udara yang akan dialirkan ke ruang pembakaran yang digunakan untuk membakar bahan bakar terlebih dahulu dialirkan melalui pemanas udara agar mendapat pemanasan oleh gas buang sehingga suhu udara pembakaran naik yang selanjutnya akan mempertinggi suhu nyala pembakaran.

Dengan menempatkan alat-alat tersebut di atas dalam saluran gas buang, maka energi panas yang masih terkandung dalam gas buang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Sebelum melalui pemanas udara, gas buang diharapkan masih mempunyai suhu di atas suhu pengembunan asam sulfat (H2SO4), yaitu sekitar 1800 derajat celcius. Hal ini perlu untuk menghindari terjadinya pengembunan asam sulfat di pemanas udara. Apabila hal ini terjadi, maka akan terjadi korosi pada pemanas udara dan pemanas udara tersebut akan menjadi rusak (keropos).

Energi panas yang timbul dalam ruang pembakaran sebagai hasil pembakaran, setelah dipindahkan ke dalam air yang ada dalam pipa air ketel, akan menaikkan suhu air dan menghasilkan uap. Uap ini dikumpulkan dalam drum ketel. Uap yang terkumpul dalam drum ketel mempunyai tekanan dan suhu yang tinggi di mana bisa mencapai sekitar 100 kg/cm dan 530 derajat celcius. Energi uap yang tersimpan dalam drum ketel dapat digunakan untuk mendorong atau memanasi sesuatu (uap ini mengandung enthalpy). Drum ketel berisi air di bagian bawah dan uap yang mengandung enthalpy di bagian atas.

Uap dari drum ketel dialirkan ke turbin uap, dan dalam turbin uap, energi (enthalpy) dari uap dikonversikan menjadi energi mekanis penggerak generator. Turbin pada PLTU besar, di atas 150 MW, umumnya terdiri  dari 3 kelompok, yaitu turbin tekanan tinggi, turbin tekanan menengah, dan turbin tekanan rendah. Uap dari drum ketel mula-mula dialirkan ke turbin tekanan tinggi dengan terlebih dahulu melalui pemanas lanjut agar uapnya menjadi kering. Setelah keluar dari turbin tekanan tinggi, uap dialirkan ke pemanas ulang untuk menerima energi panas dari gas buang sehingga suhunya naik. Dari pemanas ulang, uap dialirkan ke turbin tekanan menengah.

Keluar dari turbin tekanan menengah, uap langsung dialirkan ke turbin tekanan rendah. Turbin tekanan rendah umumnya merupakan turbin dengan aliran uap ganda dengan arah aliran yang berlawanan untuk mengurangi gaya aksial turbin.

Dari turbin tekanan rendah, uap dialirkan ke kondensor untuk diembunkan. Kondensor memerlukan pendingin untuk meng-embunkan uap yang keluar dari turbin tekanan rendah. Oleh karena itu, banyak PLTU dibangun di pantai, karena dapat menggunakan air laut sebagai air pendingin kondensor dalam jumlah yang besar. Di lain pihak, penggunaan air laut sebagai air pendingin menimbulkan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Material yang dialiri air laut harus material anti korosi (tahan air laut).
2. Binatang laut ikut masuk dan berkembang biak dalam saluran air  pendingin yang memerlukan pembersihan secara periodik.
3. Selain binatang laut, kotoran air laut juga ikut masuk dan akan menyumbat pipa-pipa kondensor sehingga diperlukan pembersihan pipa kondensor secara periodik.
4. Ada risiko air laut masuk ke dalam sirkuit uap. Hal ini berbahaya bagi sudu-sudu turbin uap. Oleh karena itu, harus dicegah.

Setelah air diembunkan dalam kondensor, air kemudian dipompa ke tangki pengolah air. Dalam tangki pengolah air, ada penambahan air untuk mengkompensasi kehilangan air yang terjadi karena kebocoran. Dalam tangki pengolah air, air diolah agar memenuhi mutu yang diinginkan untuk air ketel. Mutu air ketel antara lain menyangkut kandungan NaCl, CO2, dan derajat keasaman (pH). Dari tangki pengolah air, air dipompa kembali ke ketel, tetapi terlebih dahulu melalui Economizer. Dalam Economizer, air mengambil energi panas dari gas buang sehingga naik, kemudian baru mengalir ke ketel uap.

Pada PLTU yang besar, di atas 150 MW, biasanya digunakan pemanas awal ke heater, yaitu pemanas yang akan masuk ke economizer sebelum masuk ke ketel uap. Pemanas awal ini ada 2 buah, masing-masing menggunakan uap yang diambil (di-tap) dari turbin tekanan menengah dan dari turbin tekanan rendah sehingga didapat pemanas awal tekanan menengah dan pemanas awal tekanan rendah.

Gambar 3. Turbin Uap General Electric (GE) A650


Operation

Untuk men-start PLTU dari keadaan dingin sampai operasi dengan beban penuh, dibutuhkan waktu antara 6-8 jam. Jika PLTU yang telah beroperasi dihentikan, tetapi uapnya dijaga agar tetap panas dalam drum ketel dengan cara tetap menyalakan api secukupnya untuk menjaga suhu dan tekanan uap ada di sekitar nilai operasi (yaitu sekitar 500 derajat celcius dan sekitar 100 kg/cm 2) maka untuk mengoperasikannya kembali sampai beban penuh diperlukan waktu kira-kira I jam. Waktu yang lama untuk mengoperasikan PLTU tersebut di atas terutama diperlukan untuk menghasilkan uap dalam jumlah yang cukup untuk operasi (biasanya dinyatakan dalam ton per jam).

Selain waktu yang diperlukan untuk menghasilkan uap, yang cukup untuk operasi, juga perlu diperhatikan masalah pemuaian bagian-bagian turbin. Sebelum di-start, suhu turbin adalah sama dengan suhu ruangan.

Pada waktu start, dialirkan uap dengan suhu sekitar 500 derajat celcius. Hal ini harus dilakukan secara bertahap agar jangan sampai terjadi pemuaian yang berlebihan dan tidak merata. Pemuaian yang berlebihan dapat menimbulkan tegangan mekanis (mechanical stress) yang berlebihan, sedangkan pemuaian yang tidak merata dapat menyebabkan bagian yang bergerak (berputar) bergesekan dengan bagian yang diam, misalnya antara. ,sudu-sudu jalan turbin dengan sudu-sudu tetap yang menempel pada rumah turbin.

Apabila turbin sedang berbeban penuh kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan pemutus tenaga, (PMT) generator yang digerakkan turbin trip, maka turbin kehilangan beban secara mendadak. Hal ini menyebabkan putaran turbin akan naik secara mendadak dan apabila hal ini tidak dihentikan, maka akan merusak bagian-bagian yang berputar pada turbin maupun pada generator, seperti: bantalan, sudu jalan turbin, dan kumparan arus searah yang ada pada rotor generator. Untuk mencegah hal ini, aliran uap ke turbin harus dihentikan, yaitu dengan cara menutup katup uap turbin. Pemberhentian aliran uap ke turbin  dengan menutup katup uap turbin secara mendadak menyebabkan uap mengumpul dalam drum ketel sehingga tekanan uap dalam drum ketel naik dengan cepat dan akhirnya menyebabkan katup pengaman pada drum membuka dan uap dibuang ke udara. Bisa juga sebagian dari uap di by pass ke kondensor. Dengan cara by pass ini tidak terlalu banyak uap yang hilang sehingga sewaktu turbin akan dioperasikan kembali banyak waktu dapat dihemat untuk start. Tetapi sistem by pass memerlukan biaya investasi tambahan karena kondensor harus tahan suhu tinggi dan tekanan tinggi dari by pass.

Dari uraian di atas tampak bahwa perubahan beban secara mendadak memerlukan pula langkah pengurangan produksi uap secara mendadak agar tidak terlalu banyak uap yang harus dibuang ke udara. Langkah pengurangan fluksi dilakukan dengan mematikan nyala api dalam ruang bakar ketel dan mengurangi pengisian air ketel ini bahwa walaupun nyala api dalam ruang bakar padam, masih cukup banyak panas yang tinggal dalam ruang bakar untuk menghasilkan uap sehingga pompa pengisi ketel harus tetap mengisi air ke dalam ketel untuk mencegah penurunan level air dalam drum yang tidak dikehendaki.

Mengingat masalah-masalah tersebut di atas yang menyangkut masalah proses produksi uap dan masalah-masalah pemuaian yang terjadi dalam turbin, sebaiknya PLTU tidak dioperasikan dengan persentase perubahan-perubahan beban yang besar.

Efisiensi PLTU banyak dipengaruhi ukuran PLTU, karena ukuran PLTU menentukan ekonomis tidaknya penggunaan pemanas ulang dan pemanas awal. Efisiensi thermis dari PLTU berkisar pada angka 35-38%.

Pemeliharaan

Bagian-bagian PLTU yang memerlukan pemeliharaan secara periodik adalah bagian-bagian yang berhubungan dengan gas buang dan air pendingin, yaitu pipa-pipa air, ketel uap dan pipa-pipa air pendingin termasuk pipa kondensor. Pipa-pipa semua memerlukan pembersihan secara periodik.

Pada pipa air ketel umumnya banyak abu yang menempel dan perlu dibersihkan agar proses perpindahan panas dari ruang bakar ke air melalui dinding pipa tidak terhambat. Walaupun telah ada soot blower yang dapat gunakan untuk menyemprotkan air pembersih pada pipa air ketel, tetapi tidak semua bagian pipa air ketel uap dapat dijangkau oleh air pembersih soot blower ini sehingga diperlukan kesempatan untuk pembersihan bagian yang tidak teryangkau oleh soot blower tersebut. Saluran air pendingin, terutama jika menggunakan air laut, umumnya ditempeli binatang laut yang berkembang biak dan juga ditempeli kotoran air laut sehingga luas penampang efektif dari saluran tersebut menurun. Untuk mengurangi binatang laut ini ada chlorination plant yang menyuntikkan gas klor ke dalam. air pendingin (air laut) ini. Oleh karena itu, secara periodik saluran air pendingin (baik yang berupa saluran terbuka maupun pipa) luar  secara periodik dibersihkan. Pipa kondensor yang juga dilalui air pendingin, dan karena penampangnya kecil, pipa ini juga memerlukan pembersihan yang lebih sering dari pada bagian saluran air pendingin yang lain.

Untuk pembersihan pipa air kondensor tidak memerlukan penghentian operasi dari unit pembangkitnya, hanya memerlukan penurunan beban karena pipa kondensor dapat dibersihkan secara bertahap. Pipa kondensor PLTU yang digunakan ada yang terbuat dari tembaga dan ada yang terbuat dari titanium.

Daya hantar panas tembaga lebih baik dari pada titanium, tetapi kekuatan mekanisnya tidak sebaik titanium. Oleh karena itu, pada unit PLTU yang besar, misalnya pada Unit 400 MW, digunakan pipa titanium karena diperlukan pipa yang panjang. Karena daya hantar panas titanium tidak sebaik daya hantar panas tembaga, maka soal kebersihan dinding pipa titanium lebih memerlukan perhatian dari pada pipa tembaga. Itulah sebabnya, pada penggunaan pipa titanium dilengkapi dengan bola-bola pembersih.

Sambungan pipa kondensor dengan dindingnya merupakan bagian yang rawan terhadap kebocoran. Apabila terjadi kebocoran, maka air laut yang mengandung NaCl masuk ke dalam sirkuit air ketel dan sangat berbahaya bagi ketel uap maupun bagi turbin. Tingkat kebocoran ini dapat dilihat dari daya hantar listrik air ketel. Apabila daya hantar listrik ini tinggi, hal ini berarti bahwa tingkat kebocoran kondensor tinggi.

Semua peralatan yang ada dalam saluran gas buang perlu dibersihkan secara periodik, yaitu pemanas lanjut, pemanas ulang, economizer, dan pemanas udara. Bagian-bagian PLTU lain yang rawan kerusakan dan perlu perhatian/pengecekan periodik adalah:

1. Bagian-bagian yang bergeser satu sama lain, seperti bantalan dan  roda gigi.
2. Bagian yang mempertemukan dua zat yang suhunya berbeda, misalnya kondensor dan penukar panas (heat exchanger).
3. Kotak-kotak saluran listrik dan saklar-saklar.

Karena sebagian besar dari pekerjaan pemeliharaan tersebut di atas memerlukan penghentian operasi unit yang bersangkutan apabila dilaksanakan, maka pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan sekaligus sewaktu unit menjalani overhaul yang dilakukan secara periodik yakni sekali dalam 10.000 jam operasi untuk waktu kira-kira 3 minggu.

Dibandingkan dengan ketel uap, turbin uap tidak banyak memerlukan pemeliharaan asal saja kualitas uap terjaga dengan baik. Oleh karena itu, pemeriksaan turbin uap dapat dilakukan dalam setiap 20.000 jam operasi.


Penyimpanan Bahan Bakar

Karena banyaknya bahan bakar yang ditimbun di PLTU, maka perlu perhatian khusus mengenai pengelolaan penimbunan bahan bakar agar tidak terjadi kebakaran. Seharusnya di sekeliling tangki BBM dibangun bak pengaman yang berupa dinding tembok. Volume bak pengaman ini harus sama dengan volume tangki sehingga kalau terjadi kebocoran besar, BBM ini tidak mengalir ke mana-mana karena semuanya tertampung oleh bak pengaman tersebut.
Pada penimbunan batubara, harus dilakukan pembalikan serta penyiraman batubara agar tidak terjadi penyalaan sendiri.

Pada penimbunan bahan bakar minyak (BBM), harus dicegah terjadinya kebocoran yang dapat mengalirkan BBM tersebut ke bagian instalasi yang bersuhu tinggi sehingga dapat terjadi kebakaran. Pada penggunaan gas sebagai bahan bakar, pendeteksian kebocoran bahan bakar gas (BBG) lebih sulit dibandingkan dengan kebocoran bahan bakar minyak (BBM). Oleh karena itu, pada penggunaan gas, alat-alat pendeteksian kebocoran harus dapat diandalkan untuk mencegah terjadinya kebakaran.

Pengawasan kebocoran gas hidrogen yang digunakan sebagai bahan pendingin generator serupa dengan pengawasan kebocoran BBG, mengingat gas hidrogen juga mudah terbakar. Karena risiko terjadinya kebakaran pada PLTU besar, maka harus ada instalasi pemadam kebakaran yang memadai dan personil perlu dilatih secara periodik untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kebakaran.

Lingkungan

Gas buang yang keluar dari cerobong PLTU mempunyai potensi mencemari lingkungan. Oleh karena itu, ada penangkap abu agar pencemaran lingkungan dapat dibuat minimal. Selain abu halus yang ditangkap di cerobong, ada bagian-bagian abu yang relatif besar, jatuh dan ditangkap di bagian bawah ruang bakar. Abu dari PLTU, baik yang halus maupun yang kasar, dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan sipil. Walaupun abunya telah ditangkap, gas buang yang keluar dari cerobong masih mengandung gas-gas yang kurang baik bagi kesehatan manusia, seperti So2, NOx, dan CO2. Kadar dari gas-gas ini tergantung kepada kualitas bahan bakar, khususnya batubara yang digunakan. Bila perlu, harus dipasang alat penyaring gas-gas ini agar kadarnya yang masuk ke udara tidak melampaui batas yang diizinkan oleh pernerintah.

Ketika kapasitas PLTU sudah mencapai 400 MW maka bahan bakarnya sudah tidak menggunakan minyak bumi lagi melainkan batu bara. Batu bara yang dipakai secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu batu bara berkualitas tinggi dan batu bara berkualitas rendah. Bila batu bara yang dipakai kualitasnya baik maka akan sedikit sekali menghasilkan unsur berbahaya, sehingga tidak begitu mencemari lingkungan. Sedangkan apabila batu bara yang dipakai mutunya rendah maka akan banyak menghasilkan unsur berbahaya seperti Sulfur, Nitrogen dan Sodium. Apalagi jika pembakarannya tidak sempurna maka akan dihasilkan pula unsur beracun seperti CO, akibatnya daya guna menjadi rendah.

Banyaknya pemakaian batu bara tentunya akan menentukan besarnya biaya pembangunan PLTU. Harga batu bara itu sendiri ditentukan oleh nilai panasnya (Kcal/Kg), artinya bila nilai panas tetap maka harga akan turun 1% pertahun. Sedang nilai panas ditentukan oleh kandungan zat SOx yaitu suatu zat yang beracun, jadi pada pembangkit harus dilengkapi alat penghisap SOx. Hal inilah yang menyebabkan biaya PLTU Batu bara lebih tinggi sampai 20% dari pada PLTU minyak bumi. Bila batu bara yang digunakan rendah kandungan SOx-nya maka pembangkit tidak perlu dilengkapi oleh alat penghisap SOx dengan demikian harga PLTU batu bara bisa lebih murah. Keunggulan pembangkit ini adalah bahan bakarnya lebih murah harganya dari minyak dan cadangannya tersedia dalam jumlah besar serta tersebar di seluruh Indonesia.

2 komentar:

  1. tanjung jatiku kenangan masakecilku penuh dengan keindahan dan keasrian kini panas pengap bising dan penuh polusi udara yg menyebabkan anak anak balita yg kena ispa dan akankah masadepan kami akan suram oleh folusimu pltu tanjung jati......tanaman sayuran dan semua terkena folusi asapmu yg kian lama kian menggrogoti paruku hingga nafasku tinggal satu satu hingga kami harus menghembuskan nafas kami yang terakir...............

    BalasHapus
  2. kalo semua hal dilihat dari sisi negatif mah,mending hidup aja di jaman batu

    liat segala sesuatu dari sisi positifnya agar hidup kita berjalan positif ke depannya

    BalasHapus